- See more at: http://cybersidakaton.blogspot.com/2012/11/cara-membuat-link-blog-berwarna-warni.html#sthash.q4G0GS7m.dpuf

Monday 26 January 2015

Kurva Laffer yaitu Hubungan Antara Penerimaan Pajak dan Tarif Pajak

Alkisah, adalah suatu jamuan makan malam yang sangat dikenal dalam sejarah ekonomi. Jauh pada tahun 1974. Arthur Laffer, Jude Wanniski, Dick Cheney dan Donald Rumsfeld bertemu dalam suatu kongkow-kongkow makan malam di Washington Hotel. Pembicaraan pun ngalor ngidul mengenai perkembangan perekonomian Amerika Serikat saat itu (Ingat, saat itu Amerika Serikat sedang mengalami stagflasi). Kongkow-kongkow ini melegenda ketika pembicaraan menyinggung ke topik kebijakan perpajakan (tax policy). Dalam diskusi yang hangat, Laffer menggambar suatu grafik pada selembar tisu untuk menunjukkan bahwa tarif pajak yang lebih tinggi tidak selalu menghasilkan pendapatan pajak yang lebih tinggi. Bahkan bisa jadi tariff pajak yang lebih tinggi akan membunuh aktivitas ekonomi, yang mengakibatkan pendapatan pajak menurun.Seperti apakah kurva yang digambarkan oleh Laffer itu? Kurva yang simple kelihatannya namun, diderived dari pemahaman atas kondisi factual dengan pemahaman konsep yang brilian.

Laffer sendiri mengakui bahwa bukanlah dia sendiri yang menemukan konsep ini. Karena jauh sebelum peradabannya Ibnu Khaldun telah menyampaikan konsep ini dalam kitabnya (Muqadimmah (Arab), Prolegomena (Latin), 1377). Ibnu Khaldun menggunakan pendekatan dialektik dalam menerangkan konsep ini:

Laffer juga mengakui bahwa selain Ibnu Khaldun, pemikiran John Maynard Keynes dalam General Theory of Employment, Interest and Money(1935) juga sangat mempengaruhinya dalam mengutak-atik kurvanya. Sikap Laffer ini sungguh sikap yang pantas ditiru, suatu kerendahhatian seorang economist, seorang pemikir ulung, seorang scientist. Dia hanya ungkapkan bahwa kurva ini coba memberikan ilustrasi atas pemikiran Ibnu Khaldun dan JM Keynes. Wanniski-lah yang mempopulerkan Laffer Curve melalui artikel yang ditulisnya pada The Public Interest (1978).

Sebetulnya untuk memahami rasionalitas kurva ini, tidaklah sulit. Terlebih kalau dimulai dengan titik ekstrim tariff 0% atau 100%. Maka secara logika sederhana dapat dimengerti bahwa pada tariff 0% maka tax revenue akan 0. Pada tariff 100% maka secara rasional, akan memberikan disinsentif kepada pembayar pajak untuk tidak bekerja, karena seberapa pun hasilnya akan digunakan semuanya untuk membayar pajak. Jadi mendingan gak usah kerja, gak capai. Akibatnya tax revenue juga nol. Dengan asumsi tax rate continues antara 0% - 100% maka tax revenue akan mengalami peningkatan sampai pada titik tertentu terus kembali turun menuju titik 0.


0 komentar:

Post a Comment